Tuesday, February 28, 2006

10 Film Favorit

Ini daftar 10 film yang paling saya sukai. Kriterianya gampang: sudah saya tonton lebih dari 5 kali.
  1. Sleepless in Seattle
  2. You've Got Mail
  3. When Harry Met Sally
  4. Dead Poet Society
  5. Finding Forrester
  6. Good Will Hunting
  7. Thomas Crowne's Affair (versi Pierce Brosnan)
  8. Indiana Jones Trilogy (terutama The Last Crusade)
  9. Ronin
  10. Golden Eyes

Wednesday, February 22, 2006

Pelayanan Prima di "Geisha"

Akhirnya, jadi juga saya pergi menonton Memoirs of a Geisha. Sebenarnya, sudah sebulan lebih film itu diputar di bioskop-bioskop di Newcastle, namun baru kemarin malam saya punya waktu untuk menonton. Dengan seorang teman, saya pergi ke cineplex Greater Union di Glendale. Hanya ada dua kali pemutaran: jam 1.30 siang dan 8.50 malam. Kami pergi ke pertunjukan malam.

Sampai di gedung bioskop, suasana sepi. Maklum, kami datang pada hari Senin--hari pertama kerja dan sekolah, hari sepi untuk bisnis restoran dan hiburan. Hampir 5 menit menjelang jam pemutaran dimulai, belum nampak satu orang pun yang datang setelah kami. Dan benar juga, hanya kami berdua yang menonton di dalam teater berkapasitas 150 orang itu.

Film mulai, dan kami berdua pun dibawa oleh Rob Howard mengintip sepenggal kebudayaan Jepang pra Perang Dunia II.

Namun, saya tidak akan melakukan resensi atas film ini; ataupun berkomentar atas budaya Geisha. Kedua topik itu menjadi pudar karismanya oleh sebuah insiden di tengah pemutaran itu.

Suatu saat, di tengah-tengah film berlangsung--pada adegan Sayuri yang beranjak dewasa sedang melakukan on the job training di sebuah restoran, tiba-tiba terjadi gangguan pada soundtrack film itu. Suaranya menjadi pecah, tidak enak di telinga, sangat mengganggu kenikmatan. Untunglah, gangguan itu hanya berlangsung selama sekitar 2 menit.

Namun, bukan itu yang berkesan bagi saya.

Beberapa detik setelah gangguan soundtrack itu diperbaiki, seorang petugas Greater Union masuk ke dalam teater. Dengan lampu senternya yang menyala lembut, ia mencari tempat duduk kami--yang cuma 2 gelintir penonton itu.

Ketika ia menemukan kami, petugas yang masih muda itu pun dengan sangat sopan meminta maaf kepada kami oleh karena sudah terjadi gangguan pada soundtrack yang menggangu kenikmatan kami dalam menonton.

Saya benar-benar surprised dengan tindakan yang sederhana itu. Tindakan yang mencerminkan sebuah budaya customer service yang prima. Tindakan sederhana yang mencerminkan betapa care-nya pengelola gedung bioskop itu kepada konsumennya.

Saya jadi malu kalau mengingat budaya pelayanan konsumen di Indonesia. Entah di sektor pemerintahan maupun swasta, kita masih sangat jauh tertinggal. Mentalitas EGP (Emang Gue Pikirin) dari para penyedia jasa begitu kentalnya. Mungkin karena merasa jauh lebih banyak yang membutuhkan jasa daripada yang menyediakannya.

Menyedihkan.